Sengkon dan Karta adalah dua petani yang divonis bersalah atas tindak pidana perampokan dan pembunuhan pada 1974
MATA LUKA SENGKON KARTA
Serupa Maskumambang, pupuh mengantarkan wejangan hidup
kecapi dalam suara sunyi menyendiri Pupuh dan kecapi membalut nyeri menyatu dalam suara genting
terluka, melukai, luka-luka menganga akibat ulah manusia
Terengah-Engah dalam Tabung dan Selang
aku seorang petani bojongsari menghidupi mimpi dari padi yang ditanam sendiri
kesederhanaan panutan hidup dapat untung dilipat dan ditabung
Tahun 1974 Tanah Airku tercinta menginjak usia dua puluh sembilan tahun, masa muda bagi berdirinya sebuah negara
lambang garuda dasarnya pancasila undang-undang empat lima merajut banyak peristiwa
peralihan kepemimpinan yang mendesak bung karno diganti pak harto dengan dalih keamanan negara
pembantaian enam jenderal satu perwira enam jam dalam satu malam mati di lubang tak berguna tak ada dalam perang mahabarata bahkan di sejarah dunia hanya di sejarah indonesia pemusnahan golongan kiri PKI wajib mati
pemimpin otoriter REPELITA rencana pembangunan lima tahun bisa jadi rencana pembantaian lima tahun
di tahun-tahun berikutnya kudapati penembak misterius tak ada salah apalagi benar tak ada hukum negara
pembantaian dimana mana diburu sampai got dor di mulut dor di kepala diikat tali dikafani karung penguasa punya tahta yang tidak ada bisa diada-ada
akulah sengkon yang sakit berusaha mengenang setiap luka di dada, di punggung di batuk yang berlapis tuberkulosis
Malam Jumat Dua Satu November 1974
setiap malam jum'at yasin dilantunkan dengan hidmat bintang-bintang berdzikir di kedipannya
suara-suara binatang melengkingkan pujian untuk tuhan
istriku masih mengenakan mukena mengambilkan minum dari dapur di kejauhan terdengar warga desa gaduh "ya...adili saja si keluarga rampok itu"
"usir saja dari kampung ini"
"bakar saja rumahnya"
"Kanan"
di lubang bilik ada banyak obor dan petromak menyala teriakan tegas
"sodara sengkon, sodara sudah dikepung ABRI! kalau mau selamat, menyerahlah! sodara sudah tidak bisa kabur!"
istriku kaget
"kok kamu, kang?"
kebingungan
"Demi Tuhan aku tidak berbuat jahat!"
masih dalam suara yang sama "kalau sodara tidak keluar dalam hitungan tiga kami akan mengeluarkan tembakan peringatan satu, dua... ti...g....." secepat yang kubisa di pintu ratusan warga mulai melontarkan sumpah serapah anjing! babi! Bagong! tai! sampah!
segalanya ada di mulut warga kata-kata tak mewakili peri kemanusian warga desa bengis seperti serigala tak ada rasa kasihan dari batu sampai bambu dari golok sampai balok diacung-acungkan ke arahku
serempak berkata "allahu akbar!!!"
batu, bambu, dan balok beterbangan ke arahku
"sodara-sodara sekalian, tolong hentikan
biarkan pengadilan yang memutuskan hukuman"
Aku masih dilingkupi kebingungan saat disambut oleh Baginda, seluruh tubuhku ditodong dengan senjata laras panjang, menghampiri puluhan TNI dan Polri "ya...gantung saja!"
"dasar orang tak tahu diri!"
"sampah komunitas!" "Anying! Bodoh! Semua orang tidak menyesali apa pun! Anying!"
setiap orang! sial!
aku dikerumuni pukulan warga ABRI dan Polisi ikut-ikutan menendang
nyeri!
suara tembakan di langit terdengar sayup aku terkapar di tanah seorang ABRI menggusurku darah dan becek tanah bercampur di tubuh
aku dilemparkan ke atas bak mobil kondisi antara sadar atau tidak
selang kejadian sesosok tubuh lemparkan lagi ke atas bak mobil kuperhatikan wajah yang penuh luka itu "karta?"
kami ditangkap dengan tuduhan perampokan juga pembunuhan
No comments:
Post a Comment